Dari Bertani Sampai Budaya

Penjelajahan wilayah sentral pertanian di Kecamatan Parigi - Moutong. Sejak tahun 2011 saya terjun lansung ke dunia pertanian sampai saat ini di tahun 2017, saya melihat bahwa kesuksesan pertanian di daerah Sulawesi Tengah terfokus di daerah pusat transmigrasi. Beberapa di antaranya adalah daerah Tolai, Kotaraya,  Sausu, dan Toili. Sementara daerah non-transmigrasi yang menjadi sentra pertanian hanyalah di sekitaran Soni-Bangkir dan sekitarnya.
Kemungkinan asumsi saya yang menjadi faktor pendukung kesuksesan adalah kulutr dari masyaraka itu sendiri. Sekali lagi saya katakan ini masih asumsi, belum berdasarkan hasil studi penelitian semisal survei langsung ke daerah tersebut. Namun asumsi ini bukan berarti tidak beralasan. Beberapa hal yang saya jadikan dasar pertimbangan saya adalah hasil pantauan dilapangan dan membandingkannya dengan daerah lain yang sebenarnya memiliki potensi wilayah yang sama namun sektor pertaniannya tidak berkembang. Contohnya daerah Sigi-Biromaru yang berada di jalur timur, khususnya Kec Marawola, Kab Ampana mulai dari Kec Tojo sampai Ampana Tete. Selain daerah transmigrasi yang saya sebutkan tadi, daerah-daerah lainnya belum ada yang menyaingi.
Ada satu wilayah yang non-transmigrasi yang sebutkan, yakni Soni-Bangkir dan sekitarnya. Nah coba kita telusuri, wilayah tersebut juga daerah pemukiman warga pendatang, bukan warga asli setempat. Mari kita cari daerah pertanian yang penduduk aslinya sukses bertani. Mungkin kita akan memasukkan desa Sibalaya yang berada di Kab Sigi, tapi anda tahu berapa luasannya? Hanya sekitar 300 ha, itu pun kita belum menghitung volume panennya dalam setahun, tentunya masih tertinggal jauh. Sebab kesadaran dan kemampuan budidayanya masih kalah jauh jika dibandingkan dengan warga transmigrasi.